Nih novel baru lagi dari ku...
Haha, aku gonta-ganti judul aja,,
BAB 1
"Aaaaaaaaa………..!!!!!!!!!!!!! Aku langsung bangun dari tidurku. Tubuhku bercucuran keringat dingin. Napasku tersengal-sengal. Aku menarik napas panjang lalu membuangnya lagi. Aku berusaha duduk di tempat tidurku. Aku menyeimbangkan badanku. Aku menarik napas sekali lagi, kali ini dengan lama. Huh… Rasanya aku ingin menangis.
Mimpi itu datang lagi. Jeritan panjang yang mengerikan seorang gadis. Jeritan itu seperti memanggilku untuk membantunya. Aku tidak melihat dengan jelas apa yang aku mimpikan. Tapi jeritan itu selalu mengingatkanku akan seseorang yang pernah kukenal. Yah.. dia, memang dia.
Keringatku masih bercucuran deras. Malam ini hujan. Kulihat jam dinding tuaku. Tepat pada saat itu jam dindingku berbunyi. Duabelas kali. Sekarang jam 12 malam. Dengan perlahan kubaringkan lagi tubuhku. Walau tubuhku berkeringat, aku tetap merapatkan badanku ke selimut. Badanku gemetar. Aku masih memikirkan jeritan itu. Aku berusaha melupakannya, dan segera memejamkan mataku.
Tetapi, pada saat aku hendak memejamkan mata, angin diluar bertiup keras sekali. Dan karena itu jendela kamarku terbuka dengan sangat keras. Decitan dan benturan jelas kudengar. Aku hampir saja melompat dari tempat tidurku karena kagetnya. Angin dari luar segera berebut masuk ke dalam kamarku. Udara semakin dingin. Kertas-kertas yang menumpuk di mejaku terbang ke segala arah.
Aku mendekapkan tanganku, memeluk diriku sendiri dan berjalan menuju jendela untuk menutupnya. Tanpa sengaja aku melihat seseorang. Eh, dia bukan seseorang. Dia mirip manusia. Berdiri di bawah hujan di kebun keluargaku. Dari siluetnya aku bisa melihat kalau dia tinggi, besar, memiliki ekor yang terangkat, dan janggut berantakan.
Perlahan aku mengamatinya. Dengan langkah pelan, dia berjalan masuk ke dalam gudang di kebun kami. Dia berjalan tertatih-tatih, terbungkuk, dan berjalan di bantu tongkat kecil di tangannya.
Setelah dia masuk ke dalam gudang, tiba-tiba, dari dalam gudang muncul cahaya putih bersinar seperti petir dan api yang menjadi satu. Aku menghalau cahayanya dengan lenganku. Ada banyak pikiran di kepalaku. Apa yang harus kulakukan? Apa yang sebenarnya terjadi?
Cahaya itu perlahan-lahan redup. Aku yang penasaran segera bertindak. Kututup jendela kamarku cepat-cepat dan dengan tangan masih memeluk tubuh aku berjalan cepat menuju ke pintu. Aku hendak ke gudang melihat apa yang terjadi.
Aku membuka pintu. Akan tetapi, beberapa detik setelah itu aku mengurungkan niatku. Angin seperti memaksaku kembali ke tempat tidurku yang hangat. Lagi pula pyama yang kupakai sangatlah tipis. Seperti tersadar, aku kembali ke tempat tidurku. Segera tertidur diiringi desah angin malam yang menggedor-nggedor pintu dan jendela kamarku. Tetapi anehnya itu tak membuatku bangun lagi sampai pagi.
Pagi ini aku bangun dengan sangat bersyukur. Aku sama sekali tidak ingat apapun tentang kejadian semalam. Oh, pagi ini aku agak pusing. Selalu seperti ini bila aku ingat ini adalah hari pertama masuk sekolah.
Aku menengok jam dindingku. Beberapa menit lagi aku akan bekerja pagi. Setiap pagi aku memang selalu bekerja. Pekerjaanku sehari-hari berupa pekerjaan rumah tangga. Aku harus menyapu seluruh rumah dan halaman, dan menyirami kebun keluargaku.
Aku duduk di tempat tidurku. Menggeleng-gelengkan kepalaku yang pegal. Merentangakan tangan. Aku memang selalu melakukan hal itu apabila aku bangun sebelum alaramku berbunyi.
Dan benarlah, sewaktu aku turun dari tempat tidur, alaramku berbunyi. Belnya sudah rusak dan sedikit berkarat di bagian atasnya. Tapi suaranya yang sumbang mampu membangunkanku tiap pagi.
Aku segera mematikan alaramku agar tidak membangunkan seisi rumah. Aku berjalan linglung, melewati kertas-kertas yang berserakan di lantai kamarku, lalu membuka jendela. Menghirup udara segar sambil menengok ke kanan. Memperhatikan Rao, anak tetangga sebelah, sedang mencuci sepedanya dan sepada ayahnya. Huh, aku membuang napas. Dari dulu aku memang naksir padanya. Ah, sebaiknya aku segera keluar agar dapat menyapanya.
Aku segera mengganti bajuku dan keluar rumah. Sambil keluar pintu aku menengok ke kiri. Dan tiba-tiba aku merinding. Aku menuruni tangga menuju ke halaman samping rumah. Aku mengambil selang di sebelah gudang.
Ah! Gumamku kaget. 2 ekor tikus berkejaran di depan kakiku sambil menimbulkan suara gaduh. Aku segera berlari menuju ke pompa di depan rumah. Sambil berjalan cepat aku menentukan waktu yang tepat untuk menyapa Rao.
Aku memasang selang ke pompa untuk menyirami kebun keluargaku. Setelah selesai memasang, aku melirik Rao di seberang jalan. Ohh, gumamku. Dia menatapku dengan matanya yang hitam tapi ramah seraya tersenyum geli.
Kakiku gemetaran. Aku pun menatapnya sambil tersenyum. Semanis mungkin. Hai, dia kelihatannya.. Oh tidak!! Ternyata aku memakai sandal di kaki kiri dan sepatu boot di sebelah kanan! Sungguh memalukan! Maka dari itu dia menahan tawanya. Aku segera berbalik dan berlari mengganti alas kakiku dan segera berlari balik.
Tapi sialnya, Rao sudah selesai dengan pekerjaannya dan telah masuk ke dalam rumahnya. Uh, sial sial, gumamku kesal. Aku segera menghidupkan pompa dan melakukan pekerjaanku menyiram tanaman.
Pagi ini aku menyelesaikan pekerjaanku lebih lama dari biasanya. Itu karena kecelakaan sandal di depan Rao tadi pagi. Dan, kakakku jadi lebih dahulu mandi. Kakakku perempuan. Namanya Rosalia. Tapi aku biasa memanggilnya Bombom Manja, karena dia gendut dan suka berdandan.
Dan pagi ini, kakakku mandi lebih dahulu, yang artinya aku harus menunggunya mandi selama 45 menit. Dan biasanya, jikalau kakakku mandi lebih dulu, pakerjaanku bertambah satu, yaitu memasak sarapan kami.
Padahal aku paling sebal memasak. Aku juga sebal harus bekerja setiap pagi. Terkadang aku bertanya pada orang tuaku, mengapa mereka tidak menyewa pembantu saja. Tapi jawab mereka selalu sama.
“Kamu tahu, ekonomi kita sedang tidak baik. Lagipula, itu juga untuk mendidik kamu dan kakakmu supaya dapat bekerja di rumah.”
Itu jawaban yang menyebalkan dan tidak masuk akal! Kalian tahu? Apabila kakakku meminta baju atau apapun, selalu saja mereka belikan tanpa banyak alasan. Huh! Ekonomi sulit bagaimana?
Aku tidak mau orang tuaku banyak berkomentar pagi ini. Menurutku sebagai orang tua, mereka sungguh amat sangat cerewet. Kedua orang tuaku adalah pegawai. Ibuku seorang pengurus, bisa dibilang bawahan walikota. Dan ayahku adalah seorang pengantar surat. Mereka sangat memanjakan kakakku. Dan sering sekali memarahiku. Maka dari itulah aku segera memasak. Pagi ini aku memasak telur goreng dan kentang goreng.
Lama sekali kakakku mandi! Bahkan dia belum juga selesai saat aku selesai memasak. Apa jangan-jangan dia tertidur di kamar mandi? Itu sering sekali terjadi. Atau jangan-jangan… Ah! Pikiranku melayang kemana-mana.
Karena penasaran, aku menengoknya di kamar mandi.
“Hai, Bombom Manja! Sudah selesai belum? Kamu tidur di kamar mandi lagi ya!?”, teriakku sambil mengintipnya. Kami memang sudah sering intip-mengintip saat mandi, karena kami sama-sama perempuan.
“Haaaiiiii!!! Tutup lagi jangan mengintip!”
“Cepatlah!! Nanti aku terlambat sekolah!”
“Tidak bisa! Beri aku waktu 10 menit lagi.”
“Terserah! Kalau kakak mau cara kasar!”
Aku berlari mengambil perlengkapan mandiku dan kembali ke kamar mandi. Aku membuka pintu kamar mandi dan bertengkar dengan kakakku yang sedang memakai parfum. Kami saling dorong. Uh, aku menahan napas. Bau parfum si Bombom sangat menyengat.
“Parfum apa ini?!”
“ Kau tak perlu tahu, anak kecil!”
“Aku bukan anak kecil!! Namaku Claudia!!” teriakku. Aku mendorong kakakku agar dia keluar dari kamar mandi.
“Dan namaku juga bukan Bombom!!”, kakakku balas mendorong.
Aku mendorongnya sekuat tenaga terakhirku. Dan akhirnya kakakku pun berhasil keluar. Walau dengan susah payah karena badannya yang besar dan pintu kamar mandi yang kecil.
“Buka pintunya anak kecil!!!”,teriak kakakku.
“Tak akan pernah!”, balasku sengit.
Kadang kadang, sebagai seorang kakak, Rosalia dapat bersikap baik padaku. Tapi dia lebih sering menjahatiku dan membuatku kesal.
Gara-gara kakakku, pagi ini aku tidak sempat berdandan. Aku hanya memakai bedak dan mengepang rambutku saja. Aku juga tidak sempat memilih baju. Aku memakai baju yang kutemukan di gantungan baju di belakang pintu kamarku. Sebenarnya baju itu sudah lumayan lusuh, tapi dengan sedikit parfum dari pamanku yang bekerja di swalayan, semua bisa menjadi baru. Termasuk bajuku ini.
Aku sarapan dengan cepat dan segera menyiapkan sepeda. Aku melihat sepintas kakakku ternyata dijemput oleh cowok yang lumayan keren. Hi hi hi, makanya mandi lama-lama!, gumamku sambil tertawa kecil. Aku menoleh lagi ke arah kakakku dan temannya yang keren. Temannya itu sedikit menahan napas, seperti tidak tahan dengan parfum si Bombom. Aku tersenyum geli.
Hai! Rao juga sedang bersiap-siap dengan sepedanya. Ah, sebaiknya aku berangkat dengannya!, pikirku.
“Bu, Pak! Aku berangkat!”, teriakku.
Aku mangayuh sepeda sambil menggiggit bibir. Aku gugup jikalau dekat dengan Rao seperti ini. Dengan memberanikan diri aku mengajaknya berangkat bersamaku. Suaraku bergetar. Tapi aku membuatnya sedikit bergembira, tapi malah kedengaran aneh.
Tapi Rao tahu apa maksudku dan kami berangkat bersama ke sekolah. Hatiku rasanya terbang ke awan!
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar... :)