WELCOME.....

WELCOME.....
^^

Selasa, 16 November 2010

JEAN AND JONO 1

BAB 2
“Jeaaaannnn….!!!!!! Bangun sayang, sudah jam setengah tujuh!!” teriak mama membangunkan Jean keesokan paginya.
“Ahh!!”, erang Jean kesal sambil membuka mata. Hal pertama yang Jaean pikirkan setelah dia membuka mata adalah ini hari libur dan hatinya langsung melambung tinggi. Lalu teringatlah bahwa dia harus ke desa sebentar lagi dan seperti roller coaster, hatinya langsung merosot cepat dan Jean turun dari tempat tidur dengan muka cemberut yang biasa.
“Lekaslah mandi, Jean!!”
“Mama.. Jean masih ngantuk..”
“Jean!! Jangan malas-malas. Nanti keburu Om Teddy datang!”
Huft, untungnya aku belum berkemas-kemas. Aku akan punya alasan nanti, pikir Jean sambil tersenyum. “Iya lah, Ma. Jean mandi.” Jean segera mandi. Dia sengaja mandi berlama-lama agar mamanya tambah repot nantinya.
Biasanya apabila seorang merencanakan suatu yang tidak baik dan yakin akan berhasil, orang itu akan tersenyum selicik-liciknya sambil menjalankan rencananya. Dan itulah yang di lakukan si gadis kecil manja ini.
Namun, apabila seorang melihat tingkah orang yang tidak biasa akibat menjalankan rencana jahatnya, biasanya dia akan heran dan bertanya, “Kau ini kenapa?” atau “Apa yang kau lakukan ini tidak biasa. Bisakah kau lakukan apa yang biasa-biasa saja?” atau bisa saja orang itu akan marah-marah melihat orang yang melakukan hal yang tidak biasa, yang bisa saja merugikannya. Dan pagi itu mama tidak bertanya-tanya, atau marah-marah melihat Jean karena mama juga punya rencana jahat—sebenarnya tidak, hanya untuk memberi efek—sendiri.
Hai, kenapa mama nggak marah ya? pikir Jean. Jean segera menyudahi mandinya. Mama menyambutnya dengan tersenyum. “Ayo berangkat!” Jean tambah bingung dengan sikap mama. Oh, ya, mama belum tahu aku belum berkemas-kemas! Jean mulai bingung bagaimana cara berkata pada mama masalah itu.
Sewaktu Jean berpikir, mama segera menebaknya “Wah, pasti cari alasan biar nggak berangkat ya? Tenang, sudah mama siapkan semua kok!” mama tersenyum.
“Maksud mama?”
“Mama tahu kamu kemarin belum berkemas-kemas. Jadi mama kemaskan. Tinggal masukin aja barang-barang kesukaanmu. Jojo, trus mainan-mainan lainnya juga. Oh, ya! Tas nya sudah mama taruh di ruang tamu.”
“Oh!” kata Jean mendesah mengetahui rencananya gagal. “Baik ma.”
“Jadi deh aku berangkat!” kata Jean ketika sampai di kamarnya. “Nggak ada gunanya membantah mama sekarang. Lebih baik patuh aja..”
Jean mengumpulkan mainan-mainan kesukaannya untuk nanti di masukkan ke dalam tas besar di ruang tamu. Dia mengambil Jojo, Puh—boneka beruang besar warna oranye yang nyaman untuk dipeluk—, dan kotak biru besar berisi barang-barang dektektif.
Walaupun Jean manja, dia suka meneliti. Dia bercita-cita ingin jadi dektektif. Dia mendapat barang-barang dektektifnya dari sebuah majalah langganannya karena Jean menjawab satu kuis di dalamnya. Kotak itu berisi lup, teropong, pinset, plastik barang bukti, dan lain-lain. Tapi tentunya semuanya hanya tiruan.
Jean cukup repot membawa mainan-mainannya ke ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu ternyata Om Teddy dan Tante Rita telah datang. Jean meletakkan barang-barangnya di meja dan menyalami Om Teddy.
“Wah, sudah besar ya? Kelas berapa?” Om Teddy bertanya sambil memegang kepala Jean, pura-pura mengukur tinggi Jean. Om Teddy adalah adik papa. Dia tinggal di Kalimantan sebenarnya. Tapi liburan ini dia dan istrinya pulang ke desa di Boyolali.
“Kelas empat Om.” kata Jean sambil tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya. Lalu Jean ganti menyalami tantenya.
“Aduh, manisnya keponakan tante.” kata tante Rita. Saat ini tante Rita sedang hamil tua. Om Teddy dan tante Rita memang baru menikah satu tahun lalu.
“Udah siap belum?” kata Om.
“Sudah. Itu barang-barang kami.” jawab Mama sambil menunjuk tas besar hitam di pojok ruangan. Di sampingnya ada tas yang lebih kecil yang berwarna pink dengan gambar beruang di depannya.
Jean lalu mengambil mainannya dan memasukkannya satu persatu ke dalam tas pink kepunyaannya. Om Teddy lalu mengangkat tas mama. Sementara tas pink diangkat oleh mama. Semua barang segera di masukkan ke dalam bagasi mobil Om Teddy yang diparkir di halaman.
Jean tiba-tiba saja merasa mual. Dirangkulnya tangan mama yang sedang repot dan dia mengerang dengan manja. “Ma, perut Jean sakit.” Mama mengerutkan kening lalu tersenyum. “Tidak ada alasan lagi, Sayang.” Huft, pikir Jean. Sial juga kalau kebanyakan mengeluh.
“Nah, semua sudah siap. Dan sekarang sudah jam…” kata Om Teddy lalu melihat jam. “…setengah delapan. Kita harus agak cepat supaya nanti tidak terlalu macet dan panas.”
Akhirnya berangkat juga mereka. Jean hanya cemberut saja memperhatikan jalanan dengan hal-hal menarik yang bisa diamati atau ditanyakan pada orang dewasa. Tapi semangat meneliti dan mengamati dalam diri Jean sedang hilang. Seperti roller coaster yang tiba-tiba berhenti, namun terus memaksa untuk berjalan.

2 komentar:

  1. bagus.. dijadiin cerbung di gema aja..
    kalo ga di kirim ke majalah ato ke gramed.. kali aja di terbitin..

    BalasHapus
  2. hehe,, tapi kan belum jadi...
    aku orangnya muales setengah mati..
    jadi ya dikit2 ganti judul gitu,,
    ini aku baru "nyoba" nyelesaiin novel entah keberapaku... :P tapi bukan Jean and Jono

    BalasHapus

silahkan berkomentar... :)